Sabtu, Oktober 26, 2013

Amal Bertepuk Sebelah Tangan

Bismillah..

Saudaraku,
Pernah merasakan sakit hati karena datangmu dan usahamu diacuhkan?
Pernah kecewa karena permintaan dibalas pencampakkan?
Pernah terluka karena harapan rasa ternyata berpaling pandang?
Pedih sungguh ketika pengorbanan, permintaan dan harapan bertepuk sebelah tangan.
Luka pilu, ketika susu berbalas tuba!


Sakit hati, kecewa, terluka, pedih..
Remuk hati, lumpuh raga tatkala pribadi yang kita damba menolak kita di depan muka, dan berbalik menunjukkan punggungnya tanpa ragu..
pejamkan matamu,dan rasakan kuat-kuat sakitnya! rasakan lukanya! rasakan pedihnya! rasakan hancur itu!
Karena kelak, aku, kamu, dia, kita, mereka bisa saja jatuh lebih sakit lagi, kecewa jauh lebih dalam, hancur sehancur-hancurnya

Ketika Allah mencampakkanmu!!

Ketika Allah enggan memberimu kasihsayang di hari di mana tiada keteduhan kecuali dari tangan-Nya
Ketika Allah tak sudi memberimu maaf di masa tiada ampunan kecuali dari sisi-Nya
Memalingkan pandangan darimu di tempat di mana tiada lagi yang kau harapkan kecuali Diri-Nya
Ketika Allah tak sudi memberimu Cinta-Nya..dan menghempaskanmu jauh, sangat jauh dari hadapan-Nya
Barulah kita rasakan sepedih-pedihnya luka.. sehancur-hancurnya rasa..

Astaghfirullaaaahhh...
Allahumma irhamnaa Ya Rabb..
Na'udzubillahi min dzalik Ya Kariim..

Mengapa??

Karena hidup dan matinya kita,
ilmu dan amal kita,
pemberian dan kedermawanan kita,
adalah PALSU dan PURA-PURA!
Budi dan bakti kita hampa tak berjejak nilai di kitab amal

Abu Hurairah meriwayatkan, ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
"Manusia pertama yang diadili pada hari Kiamat nanti adalah orang yang mati syahid. Orang yang mati syahid didatangkan di hadapan Allah. Kemudian ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya.
Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Aku berperang demi membela agamamu.” Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu berperang supaya orang-orang menyebutmu Sang Pemberani.”
Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya ia dicampakkan ke neraka.

Seorang penuntut ilmu yang mengamalkan ilmunya dan rajin membaca al-Qur’an didatangkan dihadapan Allah. Lalu ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya.
Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengamalkannnya, dan aku membaca al-Qur’an demi mencari ridhamu.”
Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu mencari ilmu supaya orang lain menyebutmu orang alim, dan kamu membaca al-Qur’an supaya orang lain menyebutmu orang yang rajin membaca al-Qur’an.”
Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya ia dicampakkan ke neraka.

Selanjutnya, seorang yang memiliki kekayaan berlimpah dan terkenal karena kedermawanannya, didatang dihadapan Allah. Kemudian ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya.
Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Semua harta kekayaan yang aku punya tidak aku sukai, kecuali aku sedekah karena-Mu.” Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu melakukan itu semua agar orang-orang menyebutmu orang dermawan dan murah hati.”
Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya ia dicampakkan ke neraka.

Abu Hurairah berkata, “Kemudian Rasulullah menepuk pahaku seraya berkata, “Wahai Abu Hurairah, mereka adalah manusia pertama yang tercampak merasakan panasnya api neraka Jahanam di Hari Kiamat nanti.”
[HR Muslim]

Allahu Akbar! Masya Allah...
Astaghfirullah Ya Aziiz, Ya Ghoffar
Mereka padahal para pembela agama, para alim dan para dermawan!

Siapalah kita dibanding mereka??
Lalu apakah nilai amal kita, ya ayyuhal ikhwah?

Imam Ghazali pernah berujar:
"Semua manusia itu mati, kecuali yang berilmu.
Semua yang berilmu itu tidur, kecuali yang beramal.
Semua yang beramal itu tertipu, kecuali yang IKHLAS."

Sebelum ajal merenggut waktu,
Sebelum kesempatan habis ditutup takdir,
Sebelum terlambat..
Mari beristighfar, kembali luruskan niat dan gantungkan harap, tetapkan hati menghadap.. hanya kepada Allah, untuk Allah, demi Allah

Hiduplah dengan ilmu, terapkan jadi amal, jalani di lurusnya niat
Agar sukses dunia berbuah mulia surga.

Right?
Wallahu'alam bis-showab

Wassalamu'alaikum
Salam SuksesMulia


Berkenan berdiskusi dengan @sulfan di Twitter?
Terimakasih

Rabu, Oktober 02, 2013

Blogger keluar kubur : Ga ngeblog itu bikin stress!

Bismillah..


Akhir-akhir ini saya seperti kesambet (kerasukan), muncul keinginan kuat untuk menulis. Mungkin disebabkan seringnya memiliki ide dan mendapat inspirasi tapi kemudian merasa "eneg" karena tidak punya wadah untuk memuntahkan. Padahal bisa jadi ide dan uneg-uneg itu bermanfaat jika dituliskan -setidaknya untuk saya. Karena juga, saya adalah pelupa. Menuliskannya bisa jadi tempat mengingat hikmah dan pelajaran yang saya dapat. Atau bisa jadi..karena diprovokasi oleh orang lain untuk memulai aktivitas menulis. Terinspirasi Kakek Guru Jamil Azzaini, yang saban pagi bisa posting tulisan, dan dimotivasi beberapa kawan seperti @AryoAha @AndySukmaLubis @kondang_pries dan @HenryMarsetio.


Jadilah saya "gali kubur" blog saya ini. Alamat blog ini sebenarnya sudah lama saya buat. Malu rasanya kalau menyebutkan tahun sign-up saya di blogspot. Saya buang postingan lama yang tak mutu dulu. Meskipun tak bisa berjanji isinya sekarang lebih bermutu :)

Well, setidaknya sekarang saya punya purpose yang lebih mantap : kebermanfaatan. Dulu ngeblog, cuma sekedar gaya-gayaan, eksistensi tanpa isi. Sekarang inginnya blog ini jadi tempat berbagi uneg-uneg positif dan penyaluran ide dan kata-kata saya. Sekurang-kurangnya sebagai wadah stress management saya pribadi. Tapi harap maklum, (blog) saya baru saja "bangkit dari kematian", jangan harapkan langsung bisa ngebut berlari. Do not expecting daily post :)  

Kata. menurut tes STIFIn. Kata (atau Ilmu) adalah chemistry saya yang memiliki Mesin Kecerdasan (MK) Intuiting. Maka sudah semestinya tulisan menjadi medium saya untuk berbagi ilmu dan menambah ilmu. Saya tak pandai mengolah benda, tak cakap dalam seni dan olahraga, tak ahli dalam bilangan dan eksakta. Tapi saya (rasanya) bisa mengolah kata dan frasa, suka berbicara dan berpuisi, tak malu berorasi dan berdiskusi. Kata adalah senjata saya. Tapi kata tak cukup diucap, selepas dari bibir dia menguap.

Agar menjadi lebih bermanfaat, kata-kata perlu ditulis. Agar catatan bisa diingat, agar ingatan bisa diungkap, agar rasa bisa dikenang, agar jejak bisa ditelusur, agar ilmu bisa dibagi..agar saya bisa berarti.

Buat Anda yang punya renungan, aspirasi, hikmah dan cerita ynag ingin disampaikan tapi tak mampu menuliskannya, sini saya yang tuliskan untuk Anda :). Setiap kita punya kata. Jika baik, sesederhana apapun kata bisa beresonansi menjadi manfaat. 

Ini kataku, mana katamu? (jangan biarkan menguap jadi "katanya")

We owe to the world for every letter we learnt, for every word we heard, every page we read. 
RIGHT?
     
Salam SuksesMulia,

Berkenan ngobrol dengan @sulfan di Twitter?
Terimakasih.

Demam berdarah di Mesir , karpet masjid untuk Rohingya


Bismillah..

Demam Berdarah, sering disingkat DB. Dua kata dan dua huruf yang menjadi momok mengerikan. Sering didengar, ditakuti, namun tak kunjung henti cerita duka dari frasa ini punah.

Biasanya ketakutan membuat orang berubah, menghindar dan mengambil tindakan. Dan semestinya pula apa yang ditakuti tak kunjung jadi. Anehnya, berpuluh tahun pemerintah mengkampanyekan kewaspadaan akan DB, tapi selama itu pula masih saja jatuh korban karenanya. Iya, oke..mungkin korbannya tak sebanyak dulu, frekuesinya tak setinggi masa lalu. Tapi bukankah nyawa tetaplah nyawa, satu dan seribu hilang tetaplah duka yang mengiringi. Tetap takut membayangi. Apa yang salah dari penanganan DB?

Kebetulan anak saya sudah lebih dari 24 jam ini demam, tentu yang berkecamuk di kepala saya salah satunya adalah kekhawatiran tentang  DB. Padahal, setiap minggu saya kuras kamar mandi, tidak hanya manajemen sampah yang rapi, tempat sampahnyapun rutin dicuci, tak ada barang bekas dan genangan air di rumah ini. Kalau masalah kebersihan, rasanya sudah maksimal. Istri saya mungkin orang paling resik di dunia. Kembali dari warung depan rumah saja, diwajibkannya kita cuci kaki. Apalagi kalau mampir ke rumah sakit, klinik, puskesmas –dengan berbagai tujuan dan keperluan, pasti disuruhnya mandi. “rumah sakit kan rumahnya penyakit, jangan pulang bawa penyakit”, begitu dalilnya..fatwapun berlaku.

Tak hanya di kawasan kumuh, DB memakan korban di mana dan siapa saja, anehnya kapan saja meskipun umumnya terjadi di musim penghujan. Salah satu manajer di tempat saya bekerja saja bisa terkena, kerabat saya yang tinggal di kawasan berada pun baru-baru ini juga menjadi korbannya. Kenapa bisa begitu?

Pagi ini,ketika saya sedang menemani anak saya yang sakit, saya membuka timeline twitter. Di sela-sela keriuhan twitterland, entah tentang aktivitas harian, promosi bisnis, candaan, nasihat dan motivasi..ada kicauan yang membuat saya mengerem scrolling saya. Mesir masih bergejolak! Aksi demonstrasi damai berbalas kekerasan masih terjadi! Masya Allah.. kemana saja saya selama ini? Berdoa sudah, menghujat sudah, posting kultwit sudah, meneruskan pesan broadcast sudah, turun ke jalan dan berdonasipun kami sudah lakukan.. Tapi ternyata itu belum cukup untuk menghentikan ketidakadilan berlangsung. Dan saya merasa andil saya cukup. Astaghfirullah.. inikah yang saya sebut kepedulian? Perlukah saya pusingkan apa yang terjadi nun jauh di sana, sementara anak saya sedang mengigau lirih di samping saya? Bagaimana dengan korban konflik di Rohingya, Palestina dan Syria? Bagaimana kabar korban di Sibanung, kebakaran di Kali Sunter, kapal karam di Cianjur? Di mana entah lagi kedukaan terjadi? Adakah hari ini manusia yang kalah melawan gigitan nyamuk? Dan saya terpaku tak mampu berbuat apapun.
Ketika ketakutan hadir, ketakberdayaan saya rasakan. Saya menemukannya kata kuncinya di keramaian dunia maya. Kepedulian & Kebersamaan.

Penyakit menular (seperti Demam Berdarah), kemungkaran, kezaliman, bencana dan kesalah-aturan akan terus terjadi di sekeliling kita. Selama itu pula yang disebut “korban” akan ada. Kepedulian sekecil apapun tidak hanya membuat yang menderita terbantu, tapi membuat kita yang membantu merasa berarti dan tetap waras di tengah zaman penuh kegilaan. Kepedulian kita bisa jadi adalah tindakan preventif agar kedukaan yang sama tak terjadi pada kita. Menghujat kemungkaran dan mendukung korban ketidakadilan meskipun jauh di benua lain, adalah salah satu cara agar kezaliman serupa kita hadang agar tak memperkosa dan membunuh nurani kita. Ketika nurani telah mati, kelak kita akan tunduk dengan mudahnya ketika angkara menginjak halaman rumah kita.

Ketika got kotor di gang lain, “lapangan sampah bersama” di kampung sebelah, kali kotor, budaya  buang sampah sembarangan kita biarkan saja tanpa dipedulikan, tunggu sampai keluarga kita menjadi korban penyakit yang disebabkannya. Na’udzubillah.
Ketika perjudian dengan dalih olahraga, zina atas nama cinta muda-mudi, perlombaan buka aurat demi nama bangsa di mata dunia, sekularisme bertopeng hak asasi manusia kita abaikan, sudikah menunggu hingga putra-putri kita menjadi korban kerusakan moral masyarakat? Atau kita kelak akan cukup bodoh berkata “ya, mau bagaimana lagi? memang begini keadaannya” . Na’udzubillah –lagi.

Perhatikan shaf di musholla kita, amati berdirinya jemaah kita di masjid. Rapatkah ia, sempurnakah kita mendirikan sholat berjamaah? Tidak. kenapa? Karena prsayarat sempurnanya sholat berjamaah tak kita penuhi : rapat dan lurusnya shaf.

Ironis. Bahkan ketika sholat berjamaah-pun, kita gagal “berjamaah”. Kita tak rapat, karena batas sajadah. 
Kita mengira batas sajadah adalah batas formal berdirinya sholat. Banyak yang tertipu dengan hiasan lantai itu. Mengira agar lebih rapi, setiap orang “harus” berdiri di sejadahnya masing-masing dan diperbolehkan tidak merapatkan barisan sholat. Maka wajarlah shaf kita tak lurus. Wajarlah, di luar masjid, di luar musholla kita hidup nafsi-nafsi, sendiri-sendiri, indivudualistis. Sholat hanya kewajiban ritual, alih-alih dijadikan sumber kearifan spiritual dan wahana menimba hikmah.

Mengira batas negara, kesukuan, provinsi dan perbedaaan batas kampung merupakan fakta sah bagi kita untuk tidak peduli dan tidak perlu merasa bersama. Maka wajar jika demam berdarah masih menghantui, wajar saya hanya bisa merinding khawatir di rumah, mungkin karena kita (saya) tak ambil pusing dengan selokan mampet di ujung jalan.

Solusi berbagai masalah dan ketak-baikan di masyarakat dan dunia kita ini, bisa kita dapatkan jika kita mau memulai untuk peduli. Mari, kita Menguras-Menutup-Mengubur karakter cuek sosial ini.  

Together, we can make it better. RIGHT?


Salam SuksesMulia

Berkenan ngobrol dengan @sulfan di Twitter?
Terimakasih